Rabu, 30 Maret 2011

Makalah Pendidikan Kewarganegaraan (Illegal Loging)

MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(Pembalakan Liar / Illegal Loging)



Nama : Sri Wahyuni
NPM : 30109682
Kelas : 2 DB 07


UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
Kata Pengantar
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulallah Saw., yang telah menyampaikan amanat kepada umat manusia.
Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
Dengan berharap pahala dari Allah Swt., makalah yang saya buat semoga bermanfaat bagi semua orang. Amin









Jakarta, Maret 2011
Daftar Isi


Kata Pengantar ……………………………………………………………………….
Daftar Isi ………………………………………………………..................................
Pengertian Illegal Logging …………………………………………………………..
Faktor Penyebab Illegal Logging …………………………………………………….
Dampak Illegal Logging ……………………………………………………………..
Upaya Penanggulangan Illegal Logging ……………………………………………..
Kasus-kasus Illegal Logging …………………………………………………………
Langkah-langkah Untuk Kasus Illegal Logging ……………………………………..
Daftar Pustaka ………………………………………………….................................








PEMBALAKAN LIAR (ILLEGAL LOGING)


Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia, dimana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut Megadiversity Country. Hutan Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak diantaranya adalah endemik di Indonesia. Dalam, kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).
Meskipun diatas kertas, Indonesia telah menyisihkan 19 juta hektare atau 13 persen dari total hutan alam yang ada di Indonesia dalam suatu jaringan ekosistem yang telah ditetapkan menjadi kawasan-kawasan konservasi dimana kawasan-kawasan tersebut sengaja diperuntukkan bagi kepentingan pelestarian plasma nutfah, jenis dan ekosistem yang banyak diantaranya sangat unik dan dianggap merupakan warisan dunia (world heritage). Namun demikian kenyataanya menunjukkan bahwa kawasan-kawasan tersebut saat ini sangat terancam keberadaan dan kelestariannya akibat kegiatan penebangan liar.
Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.

Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dimana kayu yang dianggap legal adalah kayu yang bersumber dari :
• HPH (konsesi untuk kayu di hutan produksi dengan ijin dari Dephut);
• HTI di hutan produksi (ijin konsesi hutan tanaman oleh Dephut);
• IPK HTI dengan stok tebangan < 20 m³ (ijin tebangan oleh Pemprov mewakili pemerintah pusat); • IPK Kebun (ijin tebangan oleh Pemprov mewakili pemerintah pusat); Dunia Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan penebangan adalah liar, dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS Studi yang lebih baru membandingkan penebangan sah dengan konsumsi domestik ditambah dengan elspor mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh kegiatan penebangan adalah merupakan penebangan liar. Malaysia merupakan tempat transit utama dari produk kayu ilegal dari Indonesia. Amerika Di Brasil, 80% dari penebangan di Amazon melanggar ketentuan pemerintah. Korupsi menjadi pusat dari seluruh kegiatan penebangan ilegal tersebut. Produk kayu di Brasil sering diistilahkan dengan "emas hijau" dikarenakan harganya yang mahal (Kayu mahogani berharga 1.600 dolar AS per meter kubiknya). Mahogani ilegal membuka jalan bagi penebangan liar untuk spesies yang lain dan untuk eksploitasi yang lebih luas di Amazon. Terjadinya kegiatan penebangan liar di Indonesia didasari oleh beberapa permasalahan yang terjadi, yaitu : • Masalah Sosial dan Ekonomi Sekitar 60 juta rakyat Indonesia sangat tergantung pada keberadaan hutan, dan pada kenyataanya sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi kemiskinan. Selain itu, akses mereka terhadap sumberdaya hutan rendah. Kondisi kemiskinan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para pemodl yang tidak bertanggung jawab, yang menginginkan keuntungan cepat dengan menggerakkan masyarakat untuk melakukan penebangan liar. Hal ini diperburuk dengan datangnya era reformasi dan demokratisasi, yang disalah tafsirkan yang mendorong terjadinya anarki melalui pergerakan massa. Yang pada gilirannya semakin menguntungkan para raja kayu dan pejabat korup yang menjadi perlindungan mereka. • Kelembagaan Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah-celah dilakukannya penebangan liar, disamping lemahnya pengawasan instansi kehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui pemberian hak penebangan huatn skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan fragmentasi hutan. • Kesejangan Ketersediaan Bahan Baku Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk kepentingan industri dan kebutuhan domestik yang mencapai sekitar 37 juta m3 per tahun telah mendorong terjadinya penbengan kayu secara liar. Disamping itu terdapat juga permintaan kayu dari luar negeri, yang mengakibatkan terjadinya penyulundupan kayu dalam jumlah besar. Dibukanya kran ekspor kayu bulat menyebabkan sulitnya mendeteksi aliran kayu ilegal lintas batas. • Lemahnya Koordinasi Kelemahan korodinasi antara lain terjadi dalam hal pemberian ijin industri pengolahan kayu antara instansi perindutrian dan instansi kehutanan serta dalam hal pemberian ijin eksplorasi dan eksploitasi pertambangan antara instansi pertambangan dan instansi kehutanan. Koordinasi juga dirasakan kurang dalam hal penegakan hukum antara instansi terkait, seperti kehutanan, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. • Kurangnya komitmen dan lemahnya law enforcement Rendahnya komitmen terhadap kelestarian hutan menyebabkan aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah, eksekutif, legislatif maupun yudikatif, banyak terlibat dalam praktek KKN yang berkaitan dengan penebangan secara liar. Penegak hukum bisa “dibeli” sehingga para aktor pelaku pencurian kayu, khususnya para cukong dan penadah kayu curian dapat terus lolos dari hukuman. Kegiatan Illegal Logging Faktor penyebab ilegal loging 1. Adanya krisis ekonomi yang berkelanjutan yang mengakibatkan tingginya harga-harga barang konsumsi, sementara itu masyarakat sekitar hutan sudah miskin tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan hidupnya. 2. Krisis ekonimi yang menyebabkan para perusahaan bergerak disektor kehutanan, khususnya industri kayu, banyak yang mengalami kemunduran usaha, karena tingginya harga-harga barang produksi sehingga ubtuk mendapatkan harga bahan kayu yang murah dilakukan pembelian kayu yang tidak syah yang berasal dari praktek ilegal loging. 3. Lemahnya penegakan hukum, karena tidak adanya concerted action yang dapat menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Dampak pembalakan liar (Illegal Logging) Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan. Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi. Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektare kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektare per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010. Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan. Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektare pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar. Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Problematik Penanganan Illegal Logging Andai negara Indonesia ini bebas dari korupsi, bebas dari pembobolan bank, bebas dari penyelundupan dan bebas dari tindak pidana illegal logging dapat dibayangkan kekayaan dan keuangan negara tersebut tentunya dapat digunakan untuk memakmurkan rakyat. TIdak pula dibebani dengan pembayaran utang luar negeri yang semakin mencekik dan memberatkan kehidupan bangsa. Sampai saat sekarang masih dapat kita rasakan dampak dari pada krisis ekonomi yang berkepanjangan. Tentu sudah menjadi tekad dari pemerintahan SBY-YK untuk segera keluar dari krisis ekonomi tersebut, dan untuk segera keluar dari sebutan negara terkorup di Asia. Di antara tindak pidana yang sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara adalah illegal logging, pencurian hutan secara besar-besaran. Kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana mencapai triliunan rupiah, uang negara yang sebetulnya untuk kesejahteraan rakyat melayang ke kantong pribadi cukong-cukong kayu gelap. Mereka sangat cerdik memanfaatkan kelemahan situasi dan kondisi yang ada baik di tingkat petugas maupun perangkat hukum yang ada. Dalam pertemuan Concultative Group on Indonesia (CGI) yang diselenggarakan pada tahun 2003 per tahunnya Indonesia mengalami kerugian 670 juta dolar AS akibat illegal logging, hal ini belum termasuk kerugian sumber daya alam keanekaragaman species hayati. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia dikaruniai Tuhan sumber daya hutan tropis yang lebat serta berfungsi sebagai paru-paru dunia. Negara yang mempunyai hutan tropis di dunia tidak banyak yaitu Brasilia, Zaire dan Indonesia, dengan demikian masyarakat dunia ingin ikut menjaga kelestarian hutan tersebut. Penyebab terjadinya illegal logging di samping adanya industrialisasi kehutanan pada tahun 1980 juga karena kemiskinan masyarakat lokal. Akibat adanya industrialisasi yang dilakukan secara besar-besaran menyebabkan jumlah permintaan dan penawaran menjadi tidak seimbang, sehingga kondisi ini menjadi sebab terjadi perambahan hutan secara besar-besaran yang melibatkan cukong dan masyarakat lokal. iIlegal logging dapat berupa penebangan hutan di luar kawasan yang telah ditentukan, penebangan oleh mereka yang tidak berhak, penebangan terhadap pohon yang dilarang serta bisa juga merupakan tindakan pengangkutan dan pemrosesan kayu ilegal. Hasil kayu curian tersebut bisa diselundupkan ke luar negeri yaitu melalui perbatasan Indonesia dan Malaysia di mana para cukong sudah siap untuk membeli, maupun diperuntukkan untuk konsumsi dalam negeri. illegal logging sampai saat sekarang menjadi suatu permasalahan yang sulit untuk diberantas dan hampir terjadi seluruh dunia, dan yang paling parah banyak dilakukan di kawasan Asia Pasifik, Benua Afrika, Asean dan Indonesia termasuk salah satu sasaran operasi illegal logging yang mempunyai jaringan sindikat dalam skala internasional. Kayu hasil curian tersebut banyak diekspor ke luar negeri, dan ternyata kembali diekspor negara-negara tersebut ke Indonesia dalam bentuk kayu olahan. Praktik illegal logging dapat berdampak multidimensi karena menyangkut beberapa aspek seperti sosial, budaya, ekonomi dan ekologi. Permasalahan mendasar yang dihadapi bagi penegak hukum dalam memberantas illegal logging disebabkan illegal logging termasuk dalam kategori kejahatan yang terorganisir, yaitu ada auctor intelectualnya, ada pelaku materialnya. Pelaku material bisa buruh penebang kayu yang hanya diupah, pemilik modal (cukong), pembeli, penjual dan acapkali ada backing dari oknum TNI atau Polri, aparat pemerintah maupun tokoh masyarakat. Di antara mereka selalu bekerja sama secara rapi, teratur dan solid. Mengingat disinyalir ada yang membackingi maka praktikillegal logging> sangat sulit diberantas, dan kalaupun ditemukan kasusnya yang dipidana bukan auctor intelectual atau cukong, hanya pelaku biasa seperti penebang kayu, pengemudi, atau nahkoda kapal yang menjalankan kendaraannya. Pelaku sebenarnya sudah kabur duluan sebelum petugas penegak hukum dapat menangkapnya.
Fakta seperti ini yang terlihat bahwa penanganan praktik illegal logging tidak bisa selesai dengan tuntas. Seperti keluhan Menteri Kehutanan yang menganggap Kejaksaan Agung sangat lambat dalam hal menangani illegal logging yang telah dilaporkan kepadanya. dari 20 kasus illegal logging yang melibatkan 20 cukong, yang bisa ditangani oleh Kejaksaan Agung adalah 5 kasus, yang lainnya datanya dinyatakan tidak lengkap dan alamatnya fiktif sehingga sulit untuk melacak para cukong tersebut. Kalau aparat penegak hukum saja kesulitan untuk mengungkap kasus illegal logging , terus siapakah yang akan diberi mandat untuk menanganinya? Sudah menjadi suatu kodrat bahwa kejahatan selalu berkembang lebih dahulu dibandingkan dengan perangkat hukum. Meskipun kita sering tertinggal dengan kejahatan bukan berarti kita terus menyerah, berbagai upaya hukum harus ditempuh untuk menuntaskan kasus illegal logging. Hemat kami perangkat hukum yang ada sudah cukup memadai, yaitu sudah ada KUHP, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, Perpu belum lagi Instruksi, Kepmen dan seterusnya, yang penting bagaimana mensintesakan berbagai peraturan hukum, memberdayakan seluruh aparat penegak hukum yang terlibat dalam pemberantasan illegal logging , melakukan koordinasi dalam satu komando penegakan hukum.
Kompleksitas penanganan illegal logging juga disebabkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan permintaan akan kayu guna kepentingan industri luar negeri seperti Malaysia, Korea, Thailand, Cina. Permintaan yang tinggi terhadap kayu dapat menjadi salah satu faktor pemicu yang sangat potensial dan penyalurannya melalui pasar gelap (black market). Penyalahgunaan dokumen Surat Keterangan Sahnya hasil Hutan, kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menghindari kewajiban pajak Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi. Pelaku dalam kejahatan illegal logging dapat terdiri dari masyarakat setempat maupun pendatang, pemilik modal (cukong), pengusaha. Pelaku berperan sebagai fasilitator atau penadah hasil kayu curian, bahkan bisa juga menjadi auctor intelektual atau otak daripada pencurian kayu tersebut, pemilik industri kayu, nahkoda kapal, pengemudi, oknum pemerintah bisa berasal dari oknum TNI, Polri, PNS, Bea Cukai, oknum pemerintah daerah, oknum anggota DPRD, oknum politisi. Pelaku bisa terlibat dalam KKN dengan pengusaha dan/atau melakukan manipulasi kebijakan dalam pengelolaan hutan atau memberikan konsensi penebangan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan, serta pengusaha asing, pelaku ini kebanyakan berperan sebagai pembeli atau penadah hasil kayu curian.
Begitu luas dan banyak jaringan yang terlibat dalam illegal logging dan berbagai jenis modus operandi yang dilakukan tentu menambah pelik proses penegakan hukumnya. Belum lagi adanya berbagai tumpang tindihnya peraturan yang sering menimbulkan kontraversi, antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam hal pemberian konsensi penebangan sebagai akibat inkonsistensi perundang-undangan, serta misinterpretasi dapat menimbulkan permasalahan tersendiri. Mengingat kejahatan illegal logging menimbulkan kerugian terhadap keuangan dan perekonomian negara yang begitu besar dan kerusakan lingkungan yang begitu hebat, maka sangat sulit kalau dalam hal penegakan hukum kita menggunakan standar hukum biasa, illegal logging harus digolongkan dalam kategori kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), dan bersifat trans nasional, maka tindakan hukum yang dilakukan harus juga bersifat luar biasa juga.
Pasal 77 Undang Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan telah mengatur tentang proses penegakan hukum khususnya dalam hal mekanisme penyidikan dalam penanganan perkara pidana kehutanan, akan tetapi berdasarkan fakta bahwa kejahatan illegal logging yang begitu luas cakupannya dan modusnya semakin pelik, ketentuan tersebut kurang dapat diandalkan untuk memproses penegakan hukum khususnya dalam hal penanganan illegal logging . Untuk mengatasi persoalan ini perlu dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Illegal Logging.
Model penegakan hukum dengan sistem komando dengan lebih meningkatkan koordinasi di antara aparat penegak hukum yang terlibat di dalam penanganan tindak pidana illegal logging merupakan salah satu langkah awal yang dapat ditempuh, selain melakukan inventarisasi akar masalah di lapangan, cakupan dan jaringan, maupun modus operandi pelaku harus dapat diinventarisir karena hal ini memudahkan untuk melakukan penangkapan dan melakukan langkah preventif terhadap penanggulangan untuk melakukan tindak pidana.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah biaya penanganan perkara dalam jumlah yang cukup memadai, bisa dibayangkan kalau yang menjadi tempat kejadian perkara adalah di tengah hutan maka dalam proses penyelidikan, penyidikan diperlukan sarana transportasi helikopter, belum lagi kalau pelakunya melarikan diri ke luar negeri, pencarian barang-barang bukti dan seterusnya. Kepada petugas penegak hukum yang menangani perlu dipikirkan untuk diberi reward berapa persen dari uang negara yang telah diselamatkan dan promosi. Reward dan promosi dimaksudkan untuk menghindari adanya godaan suap dari para cukonkg atau pelaku illegal logging.


Rata-rata kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan. Pada prinsipnya ada 2 jenis ilegal loging, yaitu :
1. Dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan ijin yang di miliki.
2. Melibatkan pencuri kayu di mana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang.

Upaya penanggulangan ilegal loging
Penanganan ilegal loging tidak dapat jika hanya ditangani di dalam negeri saja, akan tetapi juga harus melibatkan pihak dari luar negeri. Akan tetapi masih terdapat cara-cara dalam menanggulangi ilegal loging.
1. Cara Prefentif yaitu cara-cara yang dilakukan dengan jalan pencegahan dan cara ini telah ditempuh oleh Departemen Kehutanan dengan melakukan :
• • Menerbitkan SK Menhut. No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK Menhut. No.: 05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau Bupati / Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.
• • Menerbitkan SK Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan No.: 292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku serpih yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log dari Indonesia.
• • Kerjasama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MOU dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan Pemerintah RRC pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas illegal logging dan illegal trade.
2. Cara Represif yaitu melakukan operas secara mendadak dilapangan dengan melakukan kerjasama dengan TNI Al dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, sertamdengan Polri dalam pelaksanaan operasi Wanalaga.
Dalam upaya menanggulangi praktek illegal logging,dalam dunia Internasional kini telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika George W. Bush dalam Global Climate Change pada tanggal 14 Februari 2002 yang menyatakan “ …I’ve also ordered the Secretary of State to develop a new initiative to help developing countries stop illegal logging, a practice that destroys biodiversity and releases millions of tons of greenhouse gases into the atmosphere.”
Namu upaya-upaya itu tidak akan berhasil dan apalagi ada kata terlambat apabila dari pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara serius dan terintegrasi. Seperti apa yang dikatakan Sumardi dkk (2004) dalam Dasar-dasar Perlindungan Hutan, bahwa perlindungan tidak dapat dianggap sebagai satu penyelesaian masalah kerusakan sesaat atau hanya merupakanvtindakan darurat, akan tetapi lebih merupakan prosedur yang sesuai dan cocok dengan sistem perencanaan pengelolaan hutan. Artinya sumber-sumber kerusakan yang potensial sedapat mungkin dikenali dan dievaluasi sebelum kerusakan yang besar dan kondisi darurat yang terjadi. Meskipun langkahlangkah telah dilakukan, namun pada kenyataannya langkah-langkah itu belum effektif dan oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
• • Penegakan hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan perlakuan diskriminatif. Siapa yang terlibat harus ditindak, tanpa kecuali.
• • Pemberdayaan masyarakat disekitar hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program PHBM ( Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ), namun demikian masih sangat perlu dukungan dari Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan pembangunan berkelanjutan.
• • Pemberantasan terhadap pedagang – pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal 17 logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat.
• • Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging. Penebangan liar bukanlah merupakan masalah yang berdiri sendiri atau tanggung jawab Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa termasuk Perum Perhutani), akan tetapi merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan dengan
MENGAPA ILLEGAL LOGGING SULIT DIHENTIKAN
Ada beberapa alasan mengapa aktivitas penebangan liar terbukti sulit untuk dihentikan oleh pemerintah Indonesia, yaitu : melibatkan instansi-instansi yang terkait termasuk Departemen Industri dan Perdagangan. Oleh karena kebijakan-kebijakn yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan antar Departemen.
• • Penebangan liar didukung oleh penyokong dana, atau cukong, yang beroperasi layaknya institusi kejahatan yang terorganisir (organized crimes). Para penyokong dapat berpindah secara bebas dari satu tempat ke tempat yang lain di Indonesia dan negara tetangga. Para penegak hukum kehutanan mempunyai keterbatasan sumber daya dalam menghadapi cukong-cukong tersebut. Penegak hukum hanya memfokuskan usaha mereka pada menemukan bukti-bukti fisik dari adanya kayu ilegal, seperti kepemilikan, penyimpanan dan pengangkutan kayu dan produk hutan lainnya yang tanpa surat-surat dokumen yang sah. Karena lebih memfokuskan pada bukti tersebut, maka target paling mudah dalam usaha penegakan hukum kehuatanan adalah supir truk yang sedang mengangkut kayu ilegal. Sulit bagi penegak hukum kehutanan untuk membuktikan adanya hubungan dari bukti-bukti tertangkapnya supir truk tersebut dengan penyokong dana dan aktor intelektual lainnya dari pembalakan liar.
• • Pembalakan liar dan praktek-praktek yang terkait lainnya makin marak karena adanya korupsi. Penyokong dana yang mengoperasikan pembalakan liar dan aktivitas perdagangan kayu ilegal mengerti dengan siapa mereka harus membayar untuk melindungi bisnis kayu ilegal mereka. Untuk melancarkan operasinya, mereka memberikan sejumlah uang kepada oknum-oknum pejabat kunci di kantor dinas kehutanan untuk memperoleh surat pengangkutan kayu (SKSHH), serta membayar oknum aparat di semua pos pemeriksaan ketika mereka mengangkut kayu ilegal. Mereka juga harus membina hubungan baik dengan para pengambil keputusan di badan legislatif dan pemerintahan daerah, serta oknum kepolisian dan militer di daerah mereka mengoperasikan usaha kayu ilegal. Tujuan dari semua itu jika pada saat mereka gagal memelihara hubungan baik ini dan mendapat kesulitan dengan penegak hukum, mereka dapat menyuap oknum jaksa penuntut dan hakim untuk mendapatkan keputusan pengadilan yang menguntungkan bagi mereka.
• • Terdapat suatu perasaan tidak nyaman pada individu-individu yang bertanggung jawab yang prihatin dengan pembalakan liar serta masalah-masalah yang terkait dengannya. Walaupun korupsi telah mempengaruhi hampir semua fungsi pemerintahan, masih ada individu-individu yang bertanggung jawab di kepolisian, militer, dinas kehutanan dan aparat bea dan cukai yang berkeinginan untuk melawan kejahatan kehutanan ini, seperti yang disyaratkan pada sumpah dan fungsi mereka sebagai pelayan masyarakat. Namun demikian, orang-orang ini bekerja secara individu dan pemeritah kurang mampu melindungi mereka. Mereka menghadapi resiko dipindahkan atau bahkan kehilangan pekerjaan karena usaha mereka menghentikan pembalakan liar. Mereka juga khawatir akan adanya perlawanan dari anggota masyarakat yang marah yang diuntungkan oleh pembalakan liar.

ABSTRAKSI
Permasalahan Illegal Logging di Indonesia telah menjadi permasalahan nasional yang telah merugikan Indonesia baik secara materi maupun non materi. Sayangnya penanganan kasus ini belum juga menemui titik terang. Hal serupa juga dialami oleh Polda Riau dalam melakukan penanggulangan Illegal Logging di wilayah hukum Polda Riau. Tulisan ini mencoba memberikan gambaran tentang bagaimana Polda Riau berusaha melakukan peningkatan dan perbaikan sekaligus memberikan sumbang saran terhadap penanggulangan Illegal Logging di wilayah hukum Polda Riau.



Penanganan Kasus-kasus Illegal Loging Di Polda Riau.
Penanganan-penanganan kasus Illegal logging terus dilakukan oleh Polda Riau maupun aparat instasi lain yang mempunyai kewenangan. Penanganan kasus-kasus tersebut tentunya dalam rangka pemberantasan Illegal logging, yang secara jelas dan nyata merusak lingkungan dan merugikan negara Indonesia Triliunan Rupiah setiap tahunnya. Namun penanganan Illegal logging yang dilakukan tersebut masih jauh dari harapan, hal ini jelas terlihat dari masih banyaknya kasus-kasus Illegal logging yang terjadi dan belum diambil tindakan serta penegakkan hukumnya oleh aparat pemerintah.
Kurang efektif dan efisiennya pemberantasan Illegal logging saat ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
a. Penegakkan Hukum (Penindakan)
Kasus Illegal logging yang pelakunya melibatkan aparat pemerintah, prosesnya sangat berlarut-larut dan dapat diprediksikan, tidak akan sampai ke sidang pengadilan. Kasus-kasus Illegal logging yang ditindak lebih dominan di arahkan kepada kasus yang berskala kecil saja. Pelaku Illegal logging yang berskala besar, sangat jarang tersentuh oleh aparat penegak hukum. Sehingga muncul kesan penindakan Illegal logging memilih-milih siapa yang akan dijadikan korban terhadap kasus yang ditangani, sehingga penindakannya tidak konsisten, dan kondisi seperti ini akan tetap membuat pelaku Illegal logging untuk terus berbuat.\
b. Penegakkan Hukum oleh Instansi terkait
Penulis menemukan belum dilaksanakannya penindakan hukum oleh instansi teknis atas pelanggaran seperti tindakan hukum dan atau tindakan adminstratf terhadap Pemegang IPK yang menyimpang, industri pengolahan kayu yang menyimpang dari izin yang dimilikinya, dan pengusaha kayu yang melakukan penyimpangan. Hal ini karena belum berfungsinya secara maksimal instansi teknis dalam melakukan pengawasan atas perijinan-perijinan yang diterbitkannya kepada para pengusaha-pengusaha yang bergerak dibidang perkayuan (industri, perdagangan, dan pengiriman kayu).
c. Penjatuhan Hukuman
Penjatuhan hukuman kepada para pelaku tindak pidana yang menyangkut tentang hutan, seperti yang diatur pada UU No. 41/99 terkesan belum memberikan efek jera kepada para pelanggar tindak pidana kehutanan. Masih terlihat para pelaku Illegal logging yang terkena sanksi pidana yang hukumannya ringan dan ada yang bebas dari jeratan hukum.
d. Legalisasi Illegal logging
Penulis menemukan beberapa kebijakan yang bersifat melegalisasi terhadap perbuatan Illegal logging melalui penerbitan peraturan-peraturan daerah yang melindungi pembawaan kayu ilegal dengan memenuhi syarat pembayaran Retribusi kayu dan sumbangan pihak ketiga guna kepentingan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat, mudahnya pemberian ijin terhadap industri-industri pengolahan kayu oleh Pemda setempat atau Dinas Perindustrian. Sehingga para pemilik industri merasa kayu-kayu diolahnya walaupun dengan cara membeli dari tebangan masyarakat dianggapnya sudah legal.
Kasus-kasus Illegal logging Belum Tuntas
Penyidikan Tindak Pidana Illegal logging yang dilakukan oleh Dit Reskrim Polda Riau dan Jajarannya, baik itu kasus-kasus yang ditemukan dalam kegiatan Kepolisian rutin maupun melalui operasional Kepolisian belum dapat terlihat dan tergambar dan hasil penyidikan yang dilakukan Direktorat Reskrim dan Jajarannya sebagai berikut.
pertama, hasil penyidikan kasus-kasus Illegal logging yang dilakukan oleh Direktorat Reskrim Polda Riau belum secara keseluruhan menuntaskan/ menyelesaikan kasusnya, sesuai dengan yang diharapkan oleh Pimpinan. Selama kurun waktu tahun 2005 Direktorat Reskrim menangani 188 kasus dan yang dinyatakan selesai sebanyak 126 kasus.
Kedua, jumlah kasus yang belum tuntas dari 188 kasus yang ditangani, sejumlah 62 kasus. Dan hal lain sangat mempengaruhi dalam upaya penanggulangan Illegal logging di Wilayah Hukum Polda Riau.
Ketiga, banyak jumlah-jumlah kasus Illegal logging yang belum tuntas tersebut dipengaruhi oleh berbagai oleh berbagai fator seperti, kemampuan penyidik yang belum dapat menguasai peraturan Perundang-undangan dibidang Kehutanan.

Langkah-Langkah Yang Harus Diambil
Dengan melihat permasalahan yang ada, sejumlah langkah harus dilakukan dalam rangka penanganan Illegal Logging di Riau. Berikut ini adalah langkah-langkah tersebut.
1. Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Personil
a. Peningkatan Kuantitas Personil
Dalam mewujudkan jumlah personil direktorat Reserse yang sesuai dengan kebutuhan mulai dari tingkat Polda, Poltabes, Polres hingga Polsek, maka langkah-langkah yang dilakukan meliputi pengusulan permintaan penambahan personil kepada biro personalia Polda Riau, untuk ditempatkan bertugas di direktorat Reserse Polda Riau sesuai dengan DSP yang ada, penarikkan kembali personil-personil Reserse yang telah memiliki kejuruan Reserse atau kemampuan Reserse lainnya, yang masih bertugas di luar komuniti Reserse agar ditugaskan kembali di fungsi Reserse Kriminal, pembuatan telaan staf kepada kaPolda Riau, tentang kurangnya personil yang bertugas pada direktorat Reserse Polda Riau dan jajarannya dengan orientasi agar nantinya dapat menempatkan para bintara yang baru lulus dari pendidikan di direktorat Reserse Polda Riau, dengan persyaratan bahwa para bintara yang baru lulus tersebut telah diberikan kemampuan dasar Reserse.




b. Peningkatan Kualitas Personil
Untuk meningkatkan kualitas personil direktorat Reserse Polda Riau dan jajarannya dapat dilaksanakan melalui pembinaan mental, dengan langkah-langkah seperti pembinaan sikap mental dan disiplin personil berupa siraman rohani agar personil dapat meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, pembinaan mental ideologi dan kejuangan, untuk meningkatkan dan selalu berbuat jujur, setia akan tugas, dan memahami akan tanggung jawabnya serta senantiasa menghormati hak orang lain, dan perbuatan moral yang dilandasi kepada kepentingan orang banyak dan mewajibkan untuk mengikuti apel serta pertemuan-pertemuan yang secara khusus dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal untuk mengetahui kemampuan dan kedisiplinannya.
Selain itu juga diperlukan pembinaan fisik personil, melalui test Kesamaptaan secara berkala serta melaksanakan kegiatan olah raga bersama secara rutin, untuk mewujudkan fisik personil yang sehat dan siap melaksanakan tugas, melakukan latihan bela diri Polri kepada seluruh anggota Reserse Kriminal secara rutin dan berkelanjutan.
c. Peningkatan pengetahuan personil Reserse Kriminal
Program ini bisa dilaksanakan melalui pendidikan kejuruan, dengan langkah langkah mengikut sertakan personil Reserse dalam setiap kesempatan pendidikan kejuruan dasar yang diselenggarakan baik di tingkat polda maupun tingkat Mabes Polri, dengan memberikan prioritas kepada anggota yang sudah cukup lama menjadi anggota Reserse Kriminal, mengirimkan dan menginventarisir data personil yang sudah memiliki pendidikan kejuruan dasar Reserse, untuk diikut sertakan untuk mengikuti pendidikan kejuruan lanjutan Reserse Kriminal dan melakukan koordinasi dan kerja sama kepada kepala dinas kehutanan Provinsi Riau, untuk dapat mengikut sertakan anggota Reserse Polda Riau dalam mengikuti pendidikan yang diselenggarakan dinas kehutanan yang bermaterikan tentang masalah kehutanan.


d. Pemberian Reward And Punishment
Pemberian reward and punishment kepada anggota merupakan wujud perhatian dari pimpinan kepada anggota yang berprestasi dan mempunyai dedikasi yang baik dalam pelaksanaan tugas.
Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dalam bentuk memberikan prioritas kepada anggota untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, tentunya dengan acuan, bahwa anggota tersebut telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan.
Dan kepada anggota yang melakukan pelanggaran dan kesalahan di dalam menjalankan tugas, diberikan teguran dan sanksi berupa hukuman atau mutasi yang bersifat demosi, sesuai kode etik profesi Polri.
Pemberian reward and punishment ini tentunya dilakukan oleh Kapolda Riau melalui direktur Reserse yang telah memiliki data tentang reward and punishment dari anggota-anggota yang berprestasi maupun yang telah melakukan pelanggaran selama melaksanakan tugas.
2. Peningkatan Sarana, Prasarana Dan Anggaran
a. Sarana dan Prasarana
Faktor sarana dan prasarana berupa Alut Dan Alsus sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas Reserse Kriminal. Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan mobilitas tugas-tugas fungsi Reserse Kriminal dalam upaya peningkatan penanggulangan Illegal logging di wilayah hukum Polda Riau.
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan adalah pengusulkan pengadaan peralatan khusus maupun peralatan utama yang dibutuhkan seperti Kendaraan roda empat (R-4), Kendaraan roda dua (R-2), dan Handycam, melakukan koordinasi dengan Pemerintah daerah Provinsi Riau dalam hal ini Gubenur, untuk dapat memberikan dukungan berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh direktorat Reserse dalam rangka penanganan kasus-kasus Illegal logging yang terjadi di wilayah hukum Polda Riau.
b. Anggaran
Dukungan anggaran untuk pelaksanaan tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan dalam rangka penanggulangan Illegal logging di wilayah hukum Polda Riau, merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Karena dengan dukungan anggaran yang mencukupi, maka pelaksanaan tugas-tugas yang menyangkut dengan penanggulangan Illegal logging dapat berjalan dengan baik. Dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Polda Riau seperti mengajukan tambahan anggaran operasional Direktorat Reserse, menyalurkan seluruh dana yang disediakan untuk penyelidikan dan penyidikan seperti yang diatur pada Kep. KaPolri No. Pol.: Skep/1040/XII/2004 tanggal 31 Desember 2004 tentang biaya penyelidikan dan penyidikan Reserse, melalui sistem subsidi silang dalam anggaran dengan mengurangi anggaran pada bidang-bidang tertentu untuk tambahan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus Illegal logging dan melakukan koordinasi dengan Pemerintah daerah Provinsi Riau (Gubenur) untuk dapat memberikan bantuan dana khusus, dalam hal penanganan-penanganan masalah Illegal logging yang terjadi saat ini di wilayah hukum Polda Riau yang ditangani oleh Direktorat Reserse Polda Riau.
3. Peningkatan Kemampuan Penyidik Pada Polda Riau
Untuk meningkatkan kemampuan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik atau penyidik pembantu pada Direktorat Reserse Kriminal Polda Riau melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pelatihan
Memberikan pelatihan kepada para penyidik dan penyidik pembantu dengan sasaran latihan yaitu latihan kesatuan, berupa latihan rutin, simulasi dan tanya jawab tentang penyelidikan dan administrasi penyidikan tindak pidana, latihan terprogram yaitu latihan yang dilakukan dengan secara terjadwal baik, seperti melakukan latihan sekali dalam sebulan, dengan materi latihan berupa pendalaman dibidang penyidikan dan pemahaman peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan.

b. Penugasan
Melalui para kasat yang ada di Direktorat Reserse Kriminal Polda Riau, memberikan penugasan-penugasan dengan kegiatan seperti penugasan kepada penyidik dan penyidik pembantu menangani kasus-kasus Illegal logging yang telah di tetapkan oleh pimpinan sebagai target operasi, pembentukan Team Work dalam penanganan kasus Illegal logging dengan komposisi anggota terdiri dari yang memiliki kemampuan baik digabung dengan anggota penyidik yang masih pemula, sehingga dapat terciptanya suatu kerja sama yang baik untuk meningkatkan kemampuan anggota yang pemula, melakukan Gelar Perkara.
c. Melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum yang ada
Langkah-langkah yang dapat diambil adalah membentuk forum Dil Jak Pol, untuk mambahas dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, peningkatan kerja sama antara aparat penegak hukum, khususnya dalam melakukan penanganan-penanganan hukum tindak pidana yang berkaitan dengan Illegal logging. menjalin kerjasama dengan lembaga bantuan hukum dalam pemberian bantuan hukum para tersangka untuk didampingi selama dalam masa proses penyidikan, khususnya bagi orang asing yang terlibat sebagai tersangka dalam tindak pidana Illegal logging.
4. Peningkatan Penanganan Kasus-kasus Illegal logging Agar Menyentuh Sasaran
Illegal logging merupakan masalah yang menyangkut banyak orang dan pihak-pihak lain, sehingga tidak mungkin hanya ditangani oleh Pemerintah maupun aparat penegak hukum saja, sebab itu sangat diperlukan adanya persepsi yang sama serta kerja sama dan dukungan dari semua pihak. Untuk mencapai penanganan kasu-kasus Illegal logging agar menyentuh sasaran yang menjadi target operasi kepolisian dan harapan Pemerintah, dilakukan dengan langkah-langkah melaksanakan operasi kepolisian menggunakan, kekuatan Polri beserta jajarannya dan komponen pendukungnya dalam rangka mencapai target dan sasaran yang dikelola secara terpusat oleh Mabes Polri atau kewilayahan Polda Riau dengan perencanaan yang disusun dalam dokumen rencana operasi, melaksanakan operasi kepolisian dengan melibatkan instansi teknis terkait atau instansi yang berhubungan dengan penegakkan hukum dalam rangka pencapaian sasaran yang diharapkan oleh Pemerintah. Melaksanakan Giat Rutin dengan melibatkan dukungan fungsi teknis kepolisian lainnya yaitu Fungsi Intelkam dengan hasil deteksi dirinya dapat memberikan informasi tentang adanya kegiatan Illegal logging yang terjadi dan melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh fungsi Reskrim dalam rangka pendataan dan penuntasan kasus-kasus yang sedang dalam penyidikan,
Fungsi Samapta, dengan melaksanakan kegiatan patroli di daerah rawan akan kejadian Illegal logging, sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan, melakukan upaya tindakan pertama di tempat kejadian perkara, terhadap kegiatan Illegal logging yang ditemukan, dilibatkan dalam upaya paksa, terhadap kasus-kasus Illegal logging yang sedang ditangani berupa penangkapan terhadap barang bukti yang berkaitan dengan kasus-kasus Illegal logging.
5. Penuntasan Kasus-kasus Illegal logging
Salah satu fungsi yang harus dijalankan dalam rangka pencapaian tujuan dari suatu kegiatan adalah pengawasan dan pengendalian untuk dapat meningkatkan penanganan-penanganan kasus Illegal logging tuntas. Maka Direktur Reskrim dan para unsur Kasat-kasat yang ada di Direktur Reskrim Polda Riau harus melaksanakan pengawasan dan pengendalian proses penyidikan dengan langkah-langkah memberdayakan Buku Kontrol Perkara, Buku Register Yang Ada di fungsi Reserse, memberikan perintah kepada penyidik dan penyidik pembantu untuk melaporkan setiap penanganan kasus-kasus yang sedang dalam proses penyidikan, memberikan arahan dan langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh Penyidik dan penyidik pembantu untuk menuntaskan perkara-perkara yang belum selesai proses penyidikannya dan melakukan pengendalian terhadap penyidik dan penyidik pembantu untuk dapat tetap melakukan koordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum lainnya melalui wadah Dil Jak Pol dalam rangka penegakkan hukum terhadap kasus-kasus Illegal logging yang sedang dalam proses penyidikan pihak Direktorat Reskrim Polda Riau.




Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar
http://www.antaranews.com/berita/1279221852/illegal-logging-indonesia-turun-75-persen
http://tiaaadriani.blogspot.com/2010/10/illegal-logging.html
http://m.antikorupsi.org/?q=node/4525
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/ilegal-loging/
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=144&Itemid=144
http://www.selapa-polri.com/content/view/74/5/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar