Kamis, 28 April 2011

Politik Bahasa Nasional dalam Era Otonomi Daerah

1. Penanganan Bahasa dalam Perjalanan Waktu
Politik bahasa nasional adalah kebijakan di bidang kebahasaan dan kesastraan secara nasional, yaitu kebijakan yang meliputi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan penggunaan bahasa asing. Kebijakan bahasa nasional itu perlu dirumuskan berdasarkan penelitian berbagai aspek bahasa dan sastra, baik masa lalu (diakronis) maupun masa kini (sinkronis). Hasil penelitian itu diolah untuk kodifikasi sebagai acuan pengguna bahasa, di samping untuk keperluan dokumentasi. Dari waktu ke waktu aspek bahasa yang digarap dalam telaah bahasa adalah kosakata dan tata bahasa yang kemudian telaah itu berkembang ke aspek fonologi setelah para ahli bahasa memanfaatkan ilmu fisika. Pada perkembangan selanjutnya sosiologi pun memengaruhi telaah bahasa sehingga telaah bahasa tidak hanya berkaitan dengan kata dan tata cara penggunaannya untuk berpikir, berekspresi, dan berkomunikasi serta bagaimana menghasilkan bahasa, tetapi mencakup masyarakat pengguna bahasa yang bersangkutan.
a. Daftar Kata Embrio Penanganan Bahasa di Indonesia
Dalam sejarah studi bahasa di Indonesia, catatan kosakata tertua adalah Daftar Kata Cina-Melayu pada awal abad ke-15 (500 lema) dan Daftar Kata Italia-Melayu oleh Pigafetta pada tahun 1522. Dari daftar kata berkembang ke perkamusan; kamus yang dapat dikatakan tertua ialah Spraeck ende Woord-boek, Inde Maleysche ende Madagaskarsche Talen met vele Arabicshe ende Turcische Woorden karangan Frederick de Houtman pada tahun 1603. Dua puluh tahun kemudian (1623) Casper Wiltens dan Sebastianus Danckaerts menyusun Vokabularium ofte Woortboek naer order vanden Alphabet in ‘t Duytsch-Maleysch ende Maleysche Duytsch. Kemudian, muncullah karya orang Indonesia, Kitab Pengetahuan Bahasa, Kamus Logat Melayu-Johor-Pahang-Riau oleh Raja Ali Haji. Pada masa hidupnya pula Raja Ali Haji menulis Pelajaran Ejaan dan Tata Bahasa, Bustanulkatibina (1857).
Daftar kata ataupun kamus-kamus tersebut merupakan upaya pencatatan leksikon bahasa Indonesia, sedangkan Kitab Pengetahuan Bahasa tersebut di atas lebih merupakan pengetahuan tentang ejaan dan tata bahasa.
b. Perluasan Penggunaan Bahasa Indonesia
Pada perkembangan selanjutnya telaah bahasa Indonesia memasuki fungsi politis dan sosiologis, seperti penggunaan bahasa Indonesia pada bacaan rakyat dan karya sastra pada tahun 1920-an yang telah memperluas ranah penggunaan bahasa itu. Bahasa Indonesia digunakan pada perkumpulan-perkumpulan (organisasi), surat kabar, majalah, dan buku sastra ataupun buku lainnya. Penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai media tersebut telah membangkitkan rasa kebersamaan, kesatuan, dan kesetiakawanan. Bahkan, bahasa Indonesia telah menyemangati para pejuang kemerdekaan dalam menyalakan api perjuangan. Bahasa Indonesia mampu menyatukan berbagai kelompok etnis yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasa ke dalam satu kesatuan bangsa. Semangat itu telah menjiwai para pejuang yang akhirnya mencetuskan pernyataan sikap politik yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda Kedua di Jakarta. Dalam Sumpah Pemuda itu dinyatakan pengakuan terhadap satu tanah air dan satu bangsa, Indonesia, serta menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
c. Kamus dan Tata Bahasa Panduan Pembinaan Bahasa
Perluasan penggunaan bahasa tersebut memperbesar keperluan akan kosakata/istilah itu dalam berbagai bidang ilmu, terutama untuk keperluan pendidikan/pengajaran. Perkembangan fungsi politis mencapai puncak perjuangan ketika Proklamasi Kemerdekaan dinyatakan dalam bahasa Indonesia dan sehari kemudian bahasa itu diangkat sebagai bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 36). Kini fungsi itu dikukuhkan dalam sistem pendidikan, yaitu bahwa bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan nasional (Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 33). Oleh karena itu, telaah bahasa Indonesia mencapai fungsi politis dan sosiologis bagi bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah tersebut telah merangsang para ahli bahasa untuk menulis ihwal bahasa Indonesia, seperti S.T. Alisjahbana “Bahasa Indonesia” dalam Poedjangga Baroe (1933) dan Tata bahasa Baru Bahasa Indonesia (1953). Langkah S.T. Alisjahbana diikuti para ahli bahasa segenerasinya yang menulis tentang bahasa Indonesia.
Penanganan masalah kebahasaan dilakukan secara kelembagaan setelah berdirinya lembaga yang menangani masalah kebahasaan tahun 1947, yaitu Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek yang kini bernama Pusat Bahasa. Perubahan sestem tulis atau ejaan Ch. A. van Ophuijsen ke dalam Ejaan Republik (1947) oleh Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan merupakan upaya penyederhanaan ejaan. Kemajuan linguistik di Eropa dan Amerika telah membawa pengaruh terhadap perkembangan penanganan masalah bahasa di Indonesia. Perkembangan fonologi, misalnya, telah mempengaruhi penanganan sistem ejaan bahasa Indonesia. Bermula dari perundingan tahun 1959, Indonesia dan Malaysia melakukan pembaharuan sistem ejaan bahasa kebangsaan kedua negara. Pada akhirnya disetujui ejaan bersama yang disebut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada tahun 1972.
Kerja sama dengan Malaysia itu dilanjutkan dengan pengembangan istilah sejak 1975 dan bersama Brunei Darussalam sejak tahun 1985. Kerja sama pengembangan istilah itu telah membawa kemajuan yang amat berarti dalam pengembangan peristilahan bahasa Indonesia. Penanganan bahasa dilanjutkan dengan pengembangan kosakata yang akhirnya melahirkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1988 dan penanganan tata bahasa melahirkan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia 1988. Pada akhirnya penanganan itu meliputi pengembangan tes bahasa Indonesia, Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia 2001. Di sisi lain penelitian bahasa-bahasa daerah telah dilakukan baik oleh sarjana asing maupun oleh sarjana dalam negeri. Pemerintah Belanda sekitar tahun 1930-an mulai mengadakan penelitian tentang kebudayaan di Indonesia. Penelitian itu disalurkan melalui Lembaga Pendidikan Universitas, Kantoor voor Inlandsche Zaken, en Oudheidkundige Dienst. Sementara itu, pihak swasta, Yayasan Matthes, sejak tahun 1930 telah melakukan penelitian bahasa dan kebudayaan daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara. Selain itu, Yayasan Kirtya Liefrinck van der Tuuk yang berkedudukan di Singaraja, Bali, melakukan kegiatan serupa.
Perjalanan sejarah pencatatan bahasa yang dimulai dari daftar kata hingga kamus dan tata bahasa serta tes bahasa serta penelitian bahasa-bahasa daerah di Indonesia tersebut merupakan bukti dokumen penanganan masalah bahasa di Indonesia. Semua itu amat bermanfaat dalam upaya penyusunan perencanaan bahasa di Indonesia.
2. Cakupan Perencanaan Bahasa
Perkembangan tatanan kehidupan dunia yang baru telah membawa perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia. Perkembangan ilmu dan teknologi serta kemajuan teknologi informasi yang mampu menerobos batas negara dan bangsa telah memungkinkan penggunaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa. Di sisi lain, pemberlakukan otonomi daerah telah membawa pengaruh pada sistem pemerintahan dan pengelolaan masalah kebahasaan dan kesastraan di daerah. Di sejumlah provinsi telah muncul penggunaan bahasa daerah pada situasi resmi pemerintahan dan penggunaan bahasa daerah itu pada iklan layanan, di DKI Jakarta—misalnya—telah digunakan dialek Jakarta pada iklan layanan imbauan menjaga dan membangun Jakarta. Perkembangan ilmu dan teknologi dari mancanegara, sebagaimana digambarkan di atas, masuk Indonesia membawa bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Demikian juga, arus barang dan jasa serta tenaga kerja yang masuk Indonesia membawa bahasa asing, bahkan membawa budaya mereka. Perkembangan ilmu dan teknologi serta arus barang, jasa, dan tenaga kerja yang masuk Indonesia tersebut harus diikuti dengan pengembangan kosakata/istilah Indonesia dalam bidang-bidang tersebut. Kalau tidak diikuti dengan pengembangan kosakata/istilah Indonesia, keadaan itu akan memperbesar peluang penggunaan bahasa asing ke seluruh sendi kehidupan bangsa. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu bahasa harus ditujukan pada percepatan pengembangan kata dan istilah. Kosakata dan istilah bahasa Indonesia dikembangkan dengan memanfaatkan bahasa daerah dan bahasa asing.
3. Percepatan Pengembangan Kosakata
Sebagaimana dikemukakan di atas, perkembangan ilmu dan teknologi, jika tidak diimbangi dengan percepatan pengembangan kosakata/istilah dengan sungguh-sungguh, akan menimbul¬kan dampak luar biasa terhadap peri kehidupan masyarakat Indonesia. Penggunaan bahasa asing makin mendesak ruang penggunaan bahasa Indonesia dan ini yang sekarang sedang terjadi. Kebanggaan masyarakat akan bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa telah memudar di sebagian anggota masyarakat. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya penanganan secara sungguh-sungguh untuk mengembalikan kewibawaan bahasa Indonesia, sebagaimana pernyataan sikap politik dalam Sumpah Pemuda, bahasa
Indonesia menjadi jiwa bangsa, yang menggerakkan seluruh sendi kehidupan kebangsaan, dan menjadi lambang kebangaan nasional. Salah satu langkah ke arah itu perlu dilakukan melalui percepatan laju pengembangan kosakata/istilah agar bahasa itu mampu memenuhi seluruh tuntutan keperluan sarana pikir, ekspresi, dan komunikasi masyarakat penuturnya dalam berbagai bidang kehidupan modern, termasuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Percepatan laju pengembangan kosakata/istilah tersebut dilakukan pada bidang berikut.
a. Istilah Bidang Ilmu
Dalam bidang ilmu pengetahuan, laju perkembangan peristilahan harus dipacu lebih kencang melalui pemanfaatan pakar bidang ilmu dalam kerangka kerja sama kebahasaan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (Mabbim). Kerja sama yang diawali dengan penyamaan sistem ejaan bersama (1972) itu, sejak tahun 1980-an mulai menggarap peristilahan bidang ilmu. Pengembangan peristilahan itu kini telah menghasilkan sekitar 340.000 istilah berbagai bidang ilmu (seperti kimia, fisika, matematika, biologi, filsafat, farmasi, kedokteran, pertanian, kehutanan, teknologi komunikasi, agama, dan pendidikan). Istilah itu telah dimasyarakatkan melalui penerbitan senarai atau glosarium bidang ilmu. Peristilahan bidang ilmu yang telah dihasilkan itu harus terus dimutakhirkan dan dikembangkan secara berkelanjutan untuk mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari waktu ke waktu melaju dengan pesat.
b. Istilah Bidang Teknologi
Perkembangan teknologi telah mencapai kemajuan yang amat berarti. Teknologi komputer, misalnya, telah menghasilkan alat bantu kerja yang tidak hanya urusan tulis dan cetak, tetapi telah mampu menerobos teknologi komunikasi. Perpaduan kemajuan teknologi komputer dan teknologi komunikasi telah melahirkan kosakata/istilah baru di bidang itu. Karena teknologi, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, datang dari mancanegara, kosakata/istilah yang digunakan pastilah kata/istilah dalam bahasa asing, bahasa Inggris. Pengalihan kata/istilah bidang ilmu itu ke dalam bahasa Indonesia, kalau tidak secepatnya dilakukan, akan menghadapi kendala. Pengalaman selama ini ialah bahwa pengalihan kata/istilah bahasa Inggris, yang telah lama digunakan, ke dalam bahasa Indonesia cenderung tidak diterima masyarakat. Tidak demikian halnya dengan kata/istilah yang baru masuk dalam kehidupan masyarakat langsung dialihkan ke dalam bahasa Indonesia dan diperkenalkan kepada masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Kata/istilah itu langsung diterima dan digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pengalihan kata/istilah asing ke dalam bahasa Indonesia harus dilakukan secepat-cepatnya agar istilah asing tersebut tidak lebih dahulu memasyarakat.
Dalam hubungan dengan penggunaan kata/istilah bidang komputer itu, Pusat Bahasa, bekerja sama dengan Microsoft. Bersama Microsoft Pusat Bahasa telah mengalihkan lebih dari 180.000 kata/istilah bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kerja sama itu kini masih berlanjut untuk mengindonesiakan produk-produk lainnya.
c. Istilah Bidang Budaya
Di samping pengembangan kata/istilah bidang ilmu dan teknologi (informasi), pengembangan kata/istilah juga harus mencakup bidang kebudayaan. Pengembangan kata/istilah bidang itu dapat memanfaatkan sumber kekayaan dari bahasa daerah di seluruh wilayah penggunaan bahasa Indonesia. Ada 746 bahasa daerah. Bukankah itu merupakan sumber pengayaan bahasa Indonesia? Pemanfaatan kata/istilah bahasa daerah itu sekaligus merupakan upaya pelestarian budaya daerah di samping juga merupakan upaya pemberian warna keindo¬nesiaan dalam pengembangan kata/istilah bahasa Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian kata/istilah bahasa daerah. Kata bahasa daerah yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, sebaiknya, dimasukkan dalam warga kata/istilah bahasa Indonesia. Jika terdapat perbedaan dalam lafal atau dalam ejaanya dengan sistem bahasa Indonesia, perlu dilakukan penyesuaian dengan sistem lafal dan ejaan dalam bahasa Indonesia (lihat Pedoman Umum Pembentukan istilah). Upaya pelibatan bahasa-bahasa daerah dalam pengembangan kata//istilah bahasa Indonesia itu merupakan usaha menjadikan masyarakat Indonesia merasa ikut mengarahkan pengembang¬an bahasa kebangsaannya sehingga tumbuh kepedulian dan rasa ikut memiliki terhadap bahasa Indonesia yang pada akhirnya makin memupuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia.
4. Pemantapan Sistem Bahasa
Percepatan pengembangan kata/istilah tersebut di atas harus diimbangi dengan pemantapan sistem bahasa. Penelitian berbagai aspek bahasa, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, sosiolinguistik, dan dialektologi, terus dilakukan dan ditingkatkan mutunya agar diperloleh data yang akurat untuk memantapkan sistem bahasa Indonesia. Sementara itu, kodifikasi yang telah dihasilkan, baik dalam bentuk kamus, tata bahasa maupun buku-buku pedoman, perlu terus disempurnakan dan dimutakhirkan berdasarkan hasil penelitian tersebut.
Percepatan laju pengembangan kata/istilah dan pemantapan kaidah/sistem bahasa tersebut akan menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat akan kemampuan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan teknologi serta seni selain sebagai lambang jati diri dan kebanggaan nasional pada era globalisasi.
5. Peningkatan Mutu Penggunaan Bahasa Indonesia
Penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan, terutama bahasa tulis, perlu ditingkatkan mutunya agar seluruh dokumen tulis kita menggambarkan penggunaan bahasa Indonesia yang taat pada kaidah/sistem bahasa. Peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia itu meliputi bidang ilmu dan teknologi serta kebudayaan. Upaya itu meliputi bahasa Indonesia pada karya ilmiah, buku rujukan/acuan, media massa, karya seni, dan sebagainya. Ada dua langkah yang dapat ditempuh, yaitu (1) penelitian terhadap semua jenis dan ragam dokumen tulis dan lisan (2) pemeriksaan semua bahan yang akan dicetak terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Strategi pertama ditempuh untuk memperbaiki dokumen yang telah dihasilkan sehingga pada penerbitan selanjutnya tidak terjadi kelemahan penggunaan bahasa dalam publikasi tersebut. Demikian juga, pemeriksaan rekaman bahasa lisan (terutama media televisi yang amat strategis itu) akan sangat bermanfaat dalam perbaikan publikasi (atau siaran) selanjutnya. Sementara itu, strategi kedua ditujukan untuk mencegah pencetakan dan peredaran buku/publikasi yang penggunaan bahasanya tidak baik. Jika hal itu dapat dilakukan secara berkelanjutan, pada saatnya bahasa Indonesia akan memiliki kewibawaan di mata masyarakat pendukungnya.
6. Peningkatan Kepedulian terhadap Bahasa Indonesia
Betapapun laju perkembangan kata/istilah dipacu dan kaidah/sistem bahasa dimantapkan serta mutu penggunaannya dalam berbagai bidang ditingkatkan, sebagaimana dikemukakan di atas, kalau masyarakat pendukungnya tidak mau menggunakan hasil pengembangan kata/istilah dan pemantapan sistem/kaidah tersebut, upaya pemacuan laju perkembangan kata/istilah ataupun pemantapan kaidah/sistem tersebut akan sia-sia. Salah satu upaya menjaga agar bahasa Indonesia tidak tergeser oleh bahasa-bahasa utama dunia, bahasa asing, ialah pengukuhan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat pendukungnya, yaitu di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Upaya menanamkan rasa kecintaan terhadap bahasa kebangsaan itu, antara lain, dilakukan melalui peningkatan mutu kampanye “penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar” ke seluruh lapisan masyarakat dengan pendekatan dan metode yang sesuai dengan perkembangan zaman. Kampanye itu dilakukan di lingkungan kelompok masyarakat yang memiliki pengaruh atau yang berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti aparatur pemerintah, anggota DPR, guru (termasuk dosen), wartawan (cetak dan elektronik), penulis, dan yang lebih penting dan strategis di kalangan pelajar/mahasiswa.
Pemasyarakatan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar, selain melalui jalur penyuluhan, dilakukan pula melalui media cetak ataupun elektronik serta media luar ruang, seperti iklan layanan imbauan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Dalam upaya penyiapan generasi ke depan penanaman kecintaan terhadap bahasa Indonesia dilakukan melalui perbaikan sistem pengajaran bahasa yang lebih menekankan aspek kemampuan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sehingga mereka memiliki kepekaan terhadap estetika dan etika dalam berbahasa Indonesia. Upaya itu juga harus dibarengi dengan penciptaan calon guru profesional yang memiliki kompetensi mengajar di kelas dengan baik.
Minat penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar tersebut dikembangkan pula melalui penyelenggaraan sayembara menulis, baik menulis kreatif maupun menulis ilmiah. Di kalangan media cetak dan elektronik, melalui Forum Bahasa Media Massa, setiap bulan diadakan diskusi ihwal penggunaan bahasa Indonesia di dalam media cetak ataupun elektronik yang selain diikuti kalangan jurnalistik juga diikuti pakar bahasa.
Upaya meningkatkan martabat penggunaan bahasa Indonesia dilakukan juga melalui pemberian penghargaan terhadap pengguna bahasa terbaik para tokoh pemerintahan ataupun tokoh masyarakat. Pengembangan kreativitas dan daya apresiasi terhadap bahasa di kalangan generasi ke depan dilakukan melalui penyelenggaraan bengkel-bengkel bahasa di sekolah-sekolah dengan menghadirkan para penulis nasional ataupun penulis lokal di sejumlah provinsi di Indonesia. Dalam upaya mengukuhkan komitmen bangsa yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 1928, setiap bulan Oktober diadakan Bulan Bahasa dan Sastra yang kini diselenggarakan di seluruh Indonesia melalui Balai/Kantor Bahasa ataupun di perguruan tinggi dan bahkan di sekolah.
7. Pengembangan Sarana Kebahasaan
Berbagai upaya di atas harus diikuti dengan pengembangan sarana kebahasaan. Sarana itu dapat berupa berbagai buku acuan dan panduan serta sarana informasi kebahasan. Selain harus tersedia buku tata bahasa dan buku panduan lainnya serta kamus ekabahasa, untuk keperluan masyarakat Indonesia memasuki tatanan kehidupan baru, globalisasi, perlu disediakan kamus dwibahasa Indonesia-asing. Sementara itu, untuk keperluan masyarakat internasional masuk Indonesia, perlu disediakan kamus bahasa asing-Indonesia. Penyediaan sarana juga meliputi perangkat informasi kebahasaan, baik dalam bentuk cetak maupun elektronis. Penyediaan kepustakaan yang memadai dan terlengkap di Indonesia harus menjadi sasaran utama penyediaan fasilitas itu. Semua itu dilakukan untuk menjadikan lembaga kebahasaan ini menjadi pusat informasi tentang bahasa di Indonesia. Sarana informasi yang dibangun harus memungkinkan kemudahan bagi masyarakat, nasional maupun internasional, mengakses berbagai informasi yang mereka perlukan dari tempat mereka. Penyediaan falitas itu juga sekaligus memberikan layanan yang prima kepada masyarakat, secara nasional ataupun secara internasional.
8. Kelembagaan
Pelaksanaan berbagai upaya sebagaimana dikemukakan di atas memerlukan sistem kelembagaan yang andal. Untuk itu, status lembaga kebahasaan perlu ditingkatkan sehingga memudahkan koordinasi dan posisi tawar dengan instansi/pihak lain karena upaya itu memerlukan dukungan seluruh komponen bangsa. Agar pelaksanaan berbagai kegiatan yang terencana tersebut berjalan dengan baik dan menyeluruh, lembaga kebahasaan perlu terus dikembangkan sehingga memiliki wakil di seluruh wilayah penutur bahasa Indonesia dan bahkan dapat membangun institusi di luar negara untuk memfasilitasi masyarakat internasional yang ingin belajar bahasa Indonesia.
9. Pengembangan Tenaga Kebahasaan dan Publikasi
Pelaksanaan berbagai kegiatan di atas memerlukan tenaga kebahasaan yang memadai dari segi jumlah ataupun mutu. Pengadaan tenaga baru masih terus diperlukan sampai memenuhi kebutuhan, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Di pusat, misalnya, diperlukan sekurang-kurangnya 150 tenaga peneliti lulusan S1, 90 orang lulusan S2, dan 25 orang lulusan S3. Sementara itu, di Balai/Kantor Bahasa setidaknya memiliki 50 orang lulusan S1, 20 orang lulusan S2, dan 5 orang lulusan S3. Sementara itu, tenaga administrasi perlu mengimbangi perkembangan kelembagaan tersebut. Di tingkat pusat setidaknya memenuhi jumlah sekurang-kurangnya 75 orang. Selain itu, pengembangan tenaga kebahasaan dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, keikutsertaan dalam pertemuan ilmiah, nasional ataupun internasional. Untuk keperluan pembangunan tenaga pelapis, perlu terus digalakkan penyelenggaraan berbagai kegitan yang dapat membentuk komunitas kebahasaam di kampus-kampus, sekolah-sekolah, melalui penyelenggaraan bengkel bahasa.
Langkah yang harus ditempuh dalam upaya menyebarluaskan hasil pengembangan kosakata/istilah dan pemantapan kodifikasi ialah publikasi. Publikasi, baik dalam bentuk cetak maupun dalam bentuk elektronis, diharapkan dapat menjangkau kelompok masyarakat pembaca buku ataupun masyarakat yang telah menggunakan jasa elektronis. Publikasi dalam bentuk elektronis dapat pula menjangkau kalangan yang lebih luas tanpa batas, misalnya melalui laman (internet). Demikian juga media massa dapat dimanfaatkan untuk menyebarluas¬kan hasil pengembangan kosakata/istilah. Tanpa publikasi melalui berbagai jalur tersebut, pemasyarakatan hasil pengembangan kosakata/istilah akan terlalu lambat sampai ke masyarakat pengguna bahasa Indonesia.
10. Bahasa jiwa dan Citra Bangsa
Kini bangsa Indonesia berada dalam tatanan kehidupan modern dalam memasuki kehidupan global. Salah satu sarana dalam kehidupan masyarakat modern adalah bahasa yang mampu memenuhi tuntutan keperluan komunikasi seluruh anggota masyarakatnya. Maka, berbagai langkah sebagaimana digambar¬kan dalam paparan di atas merupakan upaya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modern. Pengembangan bahasa menuju bahasa modern tersebut diharapkan akan mampu menjadikan bahasa Indonesia sebagai jiwa bangsa yang menggerakkan seluruh kehidupan kebangsaan. Berbagai perubahan bahasa dan masyarakat pendukungnya menuju kehidupan modern tersebut merupakan dinamika yang dapat memacu perkembangan bahasa dan sastra Indonesia dalam memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, bahasa Indonesia akan mampu menjadi bahasa pengantar perdagangan bebas di bumi Indonesia pada era globalisasi. Upaya perluasan penggunaan bahasa Indonesia ke luar masyarakat Indonesia merupakan langkah memperbaiki citra Indonesia di dunia intrenasional melalui peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA), yang pada gilirannya akan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas di dunia internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar